Kamis, 30 April 2015

REVIEW - Shamitabh




Film drama India ini mengisahkan tentang seorang pria asal daerah kecil di India yang bisu tetapi ia mempunyai bakat dan minat yang besar pada dunia akting. Bakat itu ia latih terus sejak ia kecil sampai ia dewasa ia ingin ke Mumbai untuk mencoba peruntungannya di Bollywood. Tetapi, ibunya tidak mengijinkannya karena ibunya hanya seorang diri, sedangkan ayahnya sudah lama meninggal. Suatu hari, sampailah pada keadaan dimana ibunya harus meninggalkan dirinya selama-lamanya. Ia sangat sedih dan memutuskan untuk meninggalkan desanya untuk pergi ke Mumbai : The City of Movie!

Karena ia bisu, tidak bisa berbicara sedikitpun, maka bakat emas yang ia miliki untuk menjadi aktor terkenal terhambat. Berbagai cara ia lakukan untuk bisa menjadi aktor, sampai ia bertemu dengan seorang asisten sutradara yang akan membawanya ke pintu ketenaran. Sang asisten sutradara melihat kemampuan aktingnya yang sangat menakjubkan dan ia menunjukkannya dengan sutradaranya. Sutradaranya pun terpukau dengan kemampuan aktingnya. Namun, kendalanya ialah ia tidak bisa bersuara, menjadikan ia tidak bisa diterima menjadi aktor sang sutradara.

Pupus sudah harapan Danish untuk bisa menjadi aktor besar di Mumbai. Ia memutuskan untuk kembali ke desanya. Tapi, ia terkejut saat asisten sutradara menyusulnya ke terminal bus dan memberitahu bahwa ada teknologi yang bisa mengisi suaranya. Dibawalah ia ke Finlandia untuk menjalani perawatan dan pemasangan chip yang bisa membuatnya bicara dengan meminjam suara orang lain.

Mulai saat itu ia mulai mencari suara seperti apa yang cocok dengan mimik mukanya sampai ia menemukan seorang kakek tua bernama Amitabh (Amitabh Bachan) di dekat lokasi syuting asisten sutradara. Sejak itu hidup Danish berubah. Ia mendapat banyak tawaran membintangi film. Cita-citanya menjadi aktor terkenal bisa terwujud walaupun ia bisu. Tapi, ia harus berusaha sekuat tenaga agar penggemar dan orang-orang tidak mengetahui kalau suara dia sekarang adalah suara orang lain.

Suatu hari, seorang wartawan mengetahui kejanggalan ketika Shamitabh (Danish) sedang berbicara. Tidak sinkronnya antara bibir dengan ucapan yang dikeluarkan. Sang wartawan pun mencari tahu sampai ke daerah asal Shamitabh dan akhirnya ia mengetahui bahwa Shamitabh adalah seorang yang bisu. Sang wartawan berencana untuk membongkar kebohongan Shamitabh saat peluncuran film terbarunya. Tapi, takdir berkehendak lain, dalam perjalanan Shamitabh menuju tempat peluncuran film, ia mengalami kecelakaan dan tewas saat itu juga.

Pelajaran yang bisa kita petik dari film ini adalah bagaimanapun kekurangan yang kau miliki, kau pasti memiliki sebuah kelebihan yang tak dimiliki oleh orang lain. Bermimpilah yang tinggi dan genggam erat mimpimu itu sampai menjadi nyata. Kelebihan film ini adalah ceritanya yang tidak bisa diduga-duga. Setiap dialognya pun penuh makna. Selain itu, tidak seperti kebanyakan film India, film ini hanya sekali scene yang ada menampilkan tari-tarian khas film India. Kekurangan film ini tidak terlalu kelihatan karena sudah dicover dengan alur cerita yang ciamik. Nilai untuk film ini versi saya 8.7/10. (sumber foto : dailymotion.com)

Minggu, 26 April 2015

Mari Berubah Untuk Bumi yang Lestari!


 Lingkungan menjadi salah satu isu global kontemporer yang mulai banyak dibicarakan oleh orang-orang, kecil-besar, pria-wanita, kakek-nenek; semua orang. Bagaimana tidak, tempat kita hidup ini telah banyak dinodai oleh orang-orang yang tidak bertanggung jawab. Mulai dari menebangi pohon secara ilegal yang menyebabkan hutan-hutan menjadi gundul, limbah-limbah pabrik yang mengalir ke arah pemukiman warga menyebabkan air tercemar, adanya polusi udara dan suara yang makin banyak terjadi bukan hanya di daerah perkotaan saja, tetapi juga telah merambah ke pedesaan-pedesaan, sampai kepada hal-hal kecil, yakni buang sampah sembarangan.

Pemerintah telah mengeluarkan UU No. 41 tahun 1999 tentang Kehutanan yang didalamnya berisi sanksi yang harus ditanggung pelaku jika melakukan penebangan pohon secara ilegal. Sanksi itu diatur dalam pasal 78 angka (1) sampai dengan angka (13). Pemerintah juga telah mengeluarkan peraturan tentang hukuman bagi pembuang sampah sembarangan. Ya, walaupun hanya sebatas di kawasan Jabodetabek. Seperti yang tertera pada Peraturan Daerah DKI Jakarta Nomor 3 Tahun 2013 tentang Kebersihan yang mengharuskan warga membayar denda 150.000 dan peraturan Daerah Nomor 8 Tahun 2007 tentang Ketertiban Umum yang mengharuskan pedagang kaki lima yang membuang sampah sembarangan membayar denda 100.000.

Kita sebagai pemuda Indonesia yang dimasa depan akan memimpin negara ini seharusnya sadar akan pentingnya menjaga lingkungan. Menjaga lingkungan tidak hanya sebatas membuang sampah pada tempatnya, tetapi juga menyadarkan orang-orang sekitar kita bagaimana cara membuang sampah yang tepat, tidak hanya benar. Menurut saya, kalimat 'Buanglah sampah pada tempatnya' itu harus segera diubah dalam pergaulan sehari-hari dalam masyarakat kita. Karena kata tempatnya itu bisa ditafsirkan bermacam-macam. Jika orang yang acuh tak acuh, kata tempatnya bisa diartikan dimana saja, termasuk tempat umum. Jika orang yang acuh mungkin akan menganggap tempatnya itu ya di tempat sampah. Sebaiknya kalimat itu diganti dengan 'Buanglah sampah di tempat sampah'.

Terkait dengan menyadarkan orang-orang sekitar kita tentang lingkungan memang lumayan sulit. Karena orang-orang Indonesia sudah sangat mengakar budaya membuang sampah sembarangan. Kesalahan yang terus-menerus dilakukan sehingga dianggap benar oleh khalayak. Diperlukan waktu yang lama untuk bisa mengubah kebiasaan ini. Selain membuang sampah, hal kecil yang akan membuat bumi menjadi lebih 'dingin' ialah mengurangi penggunaan sedotan, botol plastik, dan benda-benda sekali pakai yang terbuat dari plastik. Memang ini adalah hal kecil, tetapi jika hal kecil itu kita lakukan bersama-sama, percayalah akan membawa dampak besar bagi ketahanan bumi kita ini.

Kita memang tidak akan mungkin menghilangkan plastik dari kehidupan kita, tetapi setidaknya bisa mengurangi penggunaannya. Seperti yang diceritakan oleh teman saya yang juga menjabat sebagai ketua salah satu organisasi berbasis lingkungan di Yogyakarta. Kita analogikan orang gemuk yang ingin menurunkan berat badan itu sebagai kita yang ingin diet plastik. Dia tidak mungkin menghilangkan nasi atau karbohidrat sama sekali dalam menu makanannya, tetapi dia akan berusaha untuk mengurangi kuantitasnya ke dalam tubuhnya. Begitu juga dengan kita. Tidak mungkin kita bisa lepas dari yang namanya plastik. Tapi, bukan tidak mungkin kita bisa mengurangi pemakaiannya dengan membawa tas sendiri misalnya.

Banyak cara yang bisa kita lakukan guna menyelamatkan Bumi kita ini, misalnya membawa tas sendiri jika ingin berbelanja, membawa botol air minum atau tumbler, memanfaatkan kertas bekas, dan masih banyak yang lainnya. Saat ini juga banyak bermunculan organisasi-organisasi yang berbasis lingkungan. Contohnya adalah Koalisi Pemuda Hijau Indonesia (KOPHI), World Wildlife Fund, Earth Hour, Greenpeace, dan masih banyak yang lainnya. Dasarnya tujuan mereka sama : bagaimana caranya supaya bumi ini lestari, hijau, dan berseri lagi seperti dahulu kala, dan ingin menjamin bahwa dimasa depan anak dan cucu kita masih bisa merasakan sejuk dan segarnya udara dimana ia hidup. Dengan munculnya berbagai organisasi tersebut, diharapkan mampu untuk menggerakkan massa yang lebih banyak supaya lingkungan kita terjaga dan jauh dari tangan-tangan yang tidak bertanggung jawab.

Tetapi, dengan bergabung ke organisasi-organisasi itu belum serta merta menjadikan kita orang yang paling peduli terhadap lingkungan. Bahkan, ada yang ikut organisasi lingkungan, tapi hal itu hanya untuk gaya-gayaan khas anak muda jaman sekarang. Seperti kata teman satu organisasi saya, bahwa gaya hiduplah yang menentukan kita bisa dikatakan peduli atau tidak dengan lingkungan.

Mari berubah untuk bumi yang lestari! Jangan malu untuk mengatakan tidak saat ditawari menggunakan plastik oleh pelayan supermarket. Jangan malu untuk langsung minum dari gelas tanpa sedotan. Jangan iba mengambil sampah yang ada didekatmu lalu buanglah di tempat sampah terdekat. Jika kita bersatu, niscaya bumi kita akan segar kembali.

Kamis, 16 April 2015

Betapa Ngerinya Negeri Ini!




Terik panas dan perut yang mengaum mengantarkanku ke arah penjaja makanan yang banyak berada di belakang kampus. Jalanan ramai dengan lalu lalang motor dan pejalan kaki yang aku taksir juga merasakan hal yang sama denganku : lapar. Walaupun sudah tinggal selama hampir dua tahun disini, aku masih belum terlalu hafal dimana tempat makan yang patut dikunjungi untuk jam-jam saat itu. Setelah lama berpikir sambil menunggangi motorku yang lama tidak diservice, aku memutuskan untuk makan di tempat biasanya. Ada lauk kesukaanku disana : ayam bumbu hijau pedas. Tempat makannya sempit, tapi di tepi jalan.Bapak penjaganya ramah dan baik. Istrinya juga cantik, tipikal-tipikal wanita incaran para pria saat masih SMA. Lauk-pauknya masih berasap ketika aku datang. Kalau aku punya dua perut, akan aku cicipi semua lauk yang terhidang di etalase itu.

"Pak, bungkus!"

Dengan sigap bapak penjaga warung makan itu melayaniku. Aku memilih lauk tempe kering, sayur kangkung, sambal, dan tentunya ayam bumbu hijau pedas. Tak lupa aku sisipkan tempe goreng yang juga masih berasap ke dalam bungkusan makananku sebelum dijepret bapaknya. Aku juga memesan sebungkus es jeruk untuk menguras mulutku nanti ketika seusai makan. Makanan di tempat ini serasa makanan warungku di Purwokerto, walaupun tidak sama persis. Karena itu, setiap aku makan di tempat ini aku teringat dengan warungku disana.

Sembari menunggu es jerukku diracik, aku melongok ke dalam rumah pemilik warung makan itu. Terlihat  jelas ada seorang anak kecil, sebut saja namanya Dicky, yang menunggui ibunya meracik es jeruk pesananku. Aku longok semakin dalam, Dicky sedang menyaksikan dan mendengarkan lantunan lagu anak-anak yang terdengar ceria sekali. Lagu anak-anak itu dikemas dalam sebuah video klip yang sangat apik. Di video klip, anak kecil berumur sekitar 7 tahun digambarkan sedang asik bermain robot-robotan bersama tiga teman lainnya. Mereka berputar ceria tertawa lepas sambil memegang robotnya masing-masing, membuat setiap orang yang melihatnya pasti ingin tertawa; minimal tersungging. Aku pun juga awalnya tidak bisa menyembunyikan sungginganku, sampai akhirnya aku berpikir bahwa inilah yang seharusnya dilakukan oleh anak kecil seumur mereka!

Aku terlempar ke memoriku sepuluh tahun yang lalu. Saat aku seumuran dengan Dicky, aku pasti sedang bersama dengan teman-temanku. Bermain gundu (kelereng), badok, tepok lelek, bahkan main balon. Banyak hal yang bisa terjadi ketika kami -aku dan temanku- bermain bersama. Pernah suatu hari ketika kami bermain tepok lelek, aku menjadi penangkap dan temanku jadi penolak. Ketika aku hampir menangkap umpannya dengan tangan kiriku sambil meloncat, aku terjerembab ke tanah bercampur bebatuan. Kenapa aku sebut dengan tangan kiri? Karena kalau menangkap dengan tangan kiri poinmu akan lebih tinggi daripada menangkap dengan tangan kanan. Sakit, perih, dan aliran darah langsung teralir di pelipis kananku; pelipisku menghentak ke bebatuan.

Kadang, hal semacam itulah yang membekas dibenak, daripada mendapatkan uang banyak ketika bermain CoC. Kebersamaan dengan temanmulah yang akan kamu kenang, daripada teman imajiner ketika bermain game online. Aku tidak mengatakan bahwa game online atau CoC itu tidak bisa dikenang oleh orang yang memainkannya. Tapi, bisa aku pastikan, ada rasa yang berbeda ketika kamu bermain dengan teman nyata dan segala kelakuan usilnya, daripada bermain dengan teman imajiner yang tak tahu bagaimana rimbanya.

Kembali ke video klip lagu anak-anak di warung makan. Dicky bahkan sempat aku lihat meniru gerakan-gerakan yang ada di video klip yang ia tonton. Sangat gembira sekali. Tapi, aku sempat tertegun. Bagaimana tidak, anak-anak kecil yang seumuran dengan Dicky sekarang ini lebih banyak menonton dan/atau mendengar lagu-lagu orang dewasa yang semakin kurang ajar dengan anak-anak. Mereka menyuguhkan lirik-lirik yang nakal dan tidak berperikeanak-anakan. Dengan seenaknya mereka mempertontonkan lekuk tubuh mereka di layar kaca. Anak-anak kurang asupan lagu yang pas dengan umur mereka. Mereka kurang mendapatkan ruang di layar kaca untuk membuat mereka terdidik dan menumbuhkan kreatifitas mereka. Mereka haus dengan tontonan-tontonan 'anak-anak'.

Aku terlempar lagi ke memoriku sepuluh tahun yang lalu. Saat pulang sekolah, sekitar jam 10 pagi, aku langsung menyalakan televisi dan aku langsung disuguhkan tontonan yang sangat menarik. Dulu, ada Power Rangers, Teletubies, Tralala-tralili, dan kalau hari Minggu tiba aku akan berusaha bangun sepagi mungkin untuk menikmati tontonan kartun berkualitas, mulai dari Pokemon jam 7 pagi, Tsubatsa jam 7.30 pagi, kemudian Doraemon jam 8 pagi, diikuti Shinchan, Power Rangers, dan tontonan lainnya. Dulu, hari Minggu itu adalah hari kebebasan bagi anak-anak, setidaknya bagiku,  karena Minggu adalah hari dimana remot televisi berada dalam kekuasaanku sepenuhnya.

Kalau kita longok keadaan hari ini, anak-anak pulang sekolah sekitar jam 10 pagi. Lalu, mereka membuka televisi. Apa yang mereka lihat? Kartun? Bukan. Tapi, orang-orang yang dibayar hanya untuk tertawa dan bergoyang ketika disuguhkan nyanyian-nyanyian berlirik nakal dan tidak mendidik. Tontonan yang membuat pikiran mereka tergoncang karena mereka melihat tayangan ejek-ejekan, pukul-pukulan, bunuh-bunuhan, kosa-perkosaan, curi-mencuri, dan lainnya. Tayangan ini bukan tidak mungkin akan mereka rekam dalam ingatan mereka, dan ketika kesempatan itu ada mereka akan menirukan apa yang mereka lihat.

Pun tak bisa dipungkiri, anak-anak sekarang sudah tidak bisa lepas dari gadget berteknologi canggih. Kemanapun pasti mereka menyakui gadget canggih pembelian orang tua mereka. Seakan orang tua ingin menyampaikan, “saya belikan mereka gadget karena saya tidak ingin repot mengurusi ketika mengajak mereka keluar rumah. Dengan bermain gadget, mereka pasti akan fokus pada gadgetnya, tidak akan merecoki.” Selain merusak mental mereka, cekokan gadget juga bisa merusak kemampuan interaksi dan komunikasi mereka. Mereka akan sulit beradaptasi pada lingkungan baru. Mereka akan sulit mendapatkan teman, ya, karena teman mereka kebanyakan imajiner di dalam gadget. Coba bandingkan dengan anak-anak jaman dulu. Pegangan anak jaman dulu ya kalau tidak Gamebot pasti badok atau gundu. Suasana pertemanan sangat kental ketika aku masih kecil. Setiap sore pasti ke lapangan, bermain bola, layangan, atau sekedar ngobrol-ngobrol kecil yang sekarang dikenal dengan istilah quality time. Dulu, waktu satu hari itu serasa panjang sekali.

Globalisasi dan modernitas memang tidak bisa dilepaskan sebagai penyebab ini semua. Tapi, ketika semua itu disalahgunakan, seperti sekarang ini, maka akan berdampak pada tumbuh kembang anak Indonesia yang semakin tahun semakin mencemaskan. Sekarang saja sudah banyak anak-anak yang terlilit kasus kriminal, bahkan sampai pada kasus pembunuhan. Hal itu tidak bisa lepas dari tontonan mereka sehari-hari, termasuk sinetron-sinetron, reality show, variety show, dan show-show lainnya. Sedikit banyak pasti mereka belajar dari sana. Kalau tidak ada tindakan yang nyata dan tegas untuk mengatasi hal ini, aku tidak bisa membayangkan bagaimana kelanjutan negeri ini ditangan anak-anak yang kecilnya dicekoki tontonan seperti itu. Betapa ngerinya negeri ini

Rabu, 15 April 2015

Tantangan Menjadi Redaktur Pelaksana Nuansa Kabar di LPPM NUANSA UMY


Malam ini, Rabu, 15 April 2015 pukul 7.30 pm di Bu Saring rapat pertama redaksi dengan pengurus mudanya, yang kemarin baru dilantik dari anak magang. Jadi, kalau dijumlah, redaksi lama dengan redaksi baru berjumlah 21 orang. Tapi angka 21 ini tidak akan bertahan lama, karena sisa satu bulan lagi untuk angkatan 2012 menjadi bagian dari redaksi. Kalau angkatan 2012 sudah demisioner, jumlah anggota redaksi menyusut menjadi 15 orang saja.

Aku jadi teringat tentang bagaimana dulu awal aku masuk jadi redaksi. Setelah dibagi divisi, aku dan teman-teman redaksi lainnya ngumpul bersama Pimpinan Redaksinya, Om Nashwan. Kira-kira waktu itu hanya berenam saja dengan pimrednya. Nah, pas disitu kami langsung ditodong disuruh pilih mau jadi redaktur pelaksana mana. Ada Nuansa Majalah, Nuansa Kabar, Nuansa Online, dan Nuansa Qolbu. Akhirnya aku memilih Nuansa Kabar. Alasanku waktu itu karena, satu, Nuansa Kabar terbitnya bulanan yang bisa dipastikan banyak waktu luang untuk mengaturnya. Dua, aku merasa keren karena namaku pasti terpampang setiap bulan di Nuansa Kabar sebagai Redaktur Pelaksana.

Tapi, setelah sampai pada Nuansa Kabar edisi April 2015 yang mana ini edisi terakhir, aku merasa bahwa alasan-alasanku diatas tidak terpenuhi. Pertama, soal Nuansa Kabar yang terbitnya bulanan. Aku mengira pasti nanti akan banyak waktu luang. Ternyata tidak, kawan. Dalam prosesnya, banyak sekali hambatan-hambatan yang harus dilalui, dari proses penentuan tema sampai pada sirkulasinya, yang itu memakan waktu yang lumayan menguras pikiran. Dari reporter yang malas-malasan, berita yang kurang data, narasumber yang sulit ditemui, menemukan angle berita baru yang berbeda dari sebelumnya yang sudah ditentukan, editor yang masih salah-salah, belum lagi kalau layouternya main-main.

Kedua, aku merasa keren namaku terpampang di Nuansa Kabar setiap bulan sebagai Redaktur Pelaksana. Tidak, kawan. Malah aku malu, ketika berita yang dimuat dalam Nuansa Kabar belum baik dan belum memenuhi kriteria. Pernah pada edisi Januari 2015, ada sebuah tulisan yang sama sekali belum diedit. Edisi itu menurutku yang paling buruk karena menunjukkan betapa cerobohnya aku sebagai redaktur pelaksana meloloskan dan tidak mengecek ulang saat mau dicetak.

Kendala lain yang aku hadapi ketika menjadi Redaktur Pelaksana Nuansa Kabar adalah menegaskan kepada reporter supaya menepati deadline. Jujur, itu sangat sulit. Deadline tulisan di Nuansa Kabar adalah tanggal 26 setiap bulannya. Dari tanggal 27-29 itu editing, tanggal 30-3 layouting, dan tanggal 10 sudah sirkulasi ke seluruh penjuru kampus. Target itu hanyalah wacana hingga sekarang. Belum pernah sekalipun edisi yang terbit dan sirkulasi pada tanggal 10. Paling cepat itu tanggal 16 saat edisi Januari 2015. Paling parah adalah saat bulan Desember 2015. Terbit tanggal 23 Desember. Mepet dengan libur panjang.

Tapi, alhamdulillaah, akhirnya Nuansa Kabar periode 2014/2015 terpenuhi sebanyak empat edisi. Ya, memang sebelumnya seharusnya Nuansa Kabar jalan sampai bulan Mei 2015, tetapi karena kendala teknis, edisi Mei 2015 harus ditiadakan. Aku berpesan pada redaktur selanjutnya, tingkatkan ketegasan untuk para reporter supaya tepat waktu dalam penyelesaian tulisan, juga ruang lingkup pemberitaannya jangan hanya tajam didalam kampus saja, tapi juga harus sebanding dengan diluar kampus. Aku percaya, kepengurusan tahun 2015/2016 pasti akan lebih maksimal dalam menggarap Nuansa kabar ataupun produk Nuansa lainnya.

Senin, 13 April 2015

Makrab LPPM NUANSA : Selamat Berproses!

Tanggal 11-12 April 2015 kemarin, Lembaga Penerbitan dan Pers Mahasiswa NUANSA kampus Muda Mendunia mengadakan makrab yang dihadiri 45 peserta, terdiri dari anak magang -sekarang pengurus muda- dan pengurus utama. Makrabnya dilaksanakan di Kaliurang, tepatnya di Villa Kanesta. Makrab ini merupakan kali pertama dalam sejarah LPPM NUANSA, karena ini adalah makrab pertama yang diadakan selama LPPM NUANSA berdiri. Ya, banggalah jadi pelaku sejarah :p

Latar belakang diadakan makrab adalah untuk mempererat jalinan silaturahmi antara anak magang dan juga pengurus. Selain itu, dimakrab ini juga digelar pelantikan anak magang menjadi pengurus muda LPPM NUANSA sekaligus pembagian divisi untuk anak magang. Salah satu acara makrabnya adalah focus group discussion yang diberi waktu 15 menit setiap divisi. Tujuannya adalah untuk menggali dan mengetahui potensi-potensi anak magang dalam pemecahan masalah yang kadang dihadapi oleh divisi itu.

Secara keseluruhan, makrab tahun ini berjalan sangat lancar, namun ada sedikit kendala dalam hal waktu. Banyak acara yang melebihi waktu yang sudah ditentukan sehingga berimbas pada acara-acara selanjutnya.

Selamat ya untuk pengurus muda LPPM NUANSA 2014/2015! Semoga bisa mengemban amanah yang baik dan terukur! Jadikan ini langkah-langkah strategismu untuk menjadi bekal di dunia kerjamu nanti. Jangan lelah berproses! Selamat berproses bersama LPPM NUANSA, jurnalis muda Indonesia!!
















Created By Sora Templates