Hubungan Indonesia-Amerika Serikat Pada Masa Pemerintahan Megawati dibidang Militer (Pertahanan dan Keamanan)
George Walker Bush saat mendampingi Megawati di White House, US. Sumber foto |
...........................................................................................................................................................................
Dalam
pidato kenegaraannya pada 16 Agustus 2001, terdapat enam program yang
ditekankan oleh Presiden Megawati dalam kabinetnya yang dinamakan Kabunet
Gotong Royong, salah satu yang mendapat sorotan penting adalah implementasi
politik luar negerinya yaitu melaksanakan kebijakan luar negeri yang bebas dan aktif, memulihkan martabat
negara dan bangsa,
serta mengembalikan kepercayaan dari
negara-negara asing, termasuk lembaga-lembaga donor internasional, investor, dan pemerintah.
Presiden Megawati menambahkan, bahwa pelaksanaan politik luar negeri Indonesia
yang intinya adalah untuk memulihkan martabat
negara dan bangsa,
serta mengembalikan kepercayaan dari
negara-negara asing, harus pula memperhatikan pemulihan dan upaya
untuk menjaga stabilitas keamanan nasional dan pertahanan. Sistem
yang disiplin serta aparat
keamanan yang efektif harus kita butuhkan, yang berada di bawah kendali pemerintah, tetapi tetap membawa aspirasi rakyat.
Perihal
fokus utama politik luar negeri Indonesia yang menekankan pada ‘perbaikan image bangsa dan mengembalikan
kepercayaan pihak dunia luar, maka unsur stabilitas keamanan di bawah
pengawasan pemerintah, dengan tetap mengutamakan dan memperhatikan aspirasi masyarakat,
dengan kata kunci penting; keamanan, pemerintah, dan masyarakat. Hal-hal
tersebut dapat dikatakan merupakan hal-hal yang menjadi ciri khas pemerintahan
Presiden Megawati dibandingkan pemerintahan-pemerintahan sebelumnya. Lebih jauh
Presiden Megawati juga melihat bahwa reformasi nasional dan penciptaan situasi
masyarakat yang lebih demokratis memerlukan peran TNI yang dinamis, siap, dan
mampu melakukan penyesuaian dengan berbagai perubahan yang ada.
Rakyat
umumnya diarahkan untuk lebih berorientasi pada Polri, dan tidak perlu langsung
berhubungan dengan aparat TNI dalam hal isu-isu menyangkut keamanan atas
dirinya, keluaraganya, dan lingkungannya. Pola hubungan yang demikian
menunjukkan bahwa Presiden Megawati konsisten perlunya penataan hubungan
sipil-militer yang baru, berbeda dengan masa sebelumnya (terutama di era Orde
Baru, dan pasca krisis 1999-2000). Hal tersebut juga akan menjadi tantangan
tersendiri bagi pemerintahan Presiden Megawati. Karena suatu bentuk penyesuaian
terhadap hal-hal yang baru tidak mudah diimplememtasikan dalam waktu singkat
dan diperlukan sosialisasi serta penyesuaian yang bersifat timbal balik. Namun,
satu hal telah berani ditunjukkan oleh pemerintahan Presiden Megawati bahwa
kalau di AS hubungan sipil dan polisi menjadi ‘kendali keamanan’ bagi masyarakat
sipil umumnya, maka hal tersebut juga menjadi perhatian Indonesia. Intinya,
Indonesia pun dapat melakukan sesuatu yang penting bagi hubungan sipil-militer.
Menunjang
peran baru TNI maupun Polri tersebut, memang pemerintahan Presiden Megawati
tampaknya cukup sibuk, karena berbagai ketentuan maupun perundangan mau tidak
mau harus pula diwujudkan, disamping soal-soal yang terkait dengan logistik persenjataan
yang perlu diperbaharui (mengingat banyak komponen Alutsista yang tidak layak
lagi untuk dipertahankan). Dalam hal yang terakhir ini, merupakan hal yang
cukup sulit bagi Indonesia untuk menyakinkan pihak-pihak di AS (para anggota
Kongres maupun Senat) yang sejak kasus Peristiwa Berdarah di Dilli (1999)
‘makin memperketat’ embargo senjata terhadap Indonesia.
Menanggapi
hal tersebut, bagi pemerintahan Presiden Megawati bukanlah hal yang mudah,
karena disamping harus menyakinkan pihak-pihak di AS – Indonesia juga tidak
luput dari berbagai kasus pelanggaran HAM dan konflik di wilayah di Indonesia
Timur (Poso, Palu, Maluku Utara, Papua Barat), dan wilayah Aceh. Ini berarti
pula bahwa Presiden Megawati harus menghadapi tantangan dalam bentuk dua pihak sekaligus
yaitu; konflik-konflik etnis di tingkat domestik yang meningkat pada pasca
reformasi, dan tantangan diplomasi terhadap AS yang tidak ringan, dimana tidak
saja harus melakukan respon tapi juga harus merebut simpati terutama pihak
Kongres dan Senat di AS.
Oleh
sebab itulah upaya reformasi hubungan sipil-militer semasa pemerintahan
Presiden Megawati tidak hanya penting bagi konteks politik domestik, tapi hal
itu menjadi basis utama agar image
militer Indonesia di mata AS maupun negara-negara Barat lainnya makin baik.
Menindaklanjuti upaya tersebut, Presiden Megawati mengunjungi AS seminggu
setelah peristiwa ‘nine-eleven’ (11
September 2001), dan beliau merupakan pimpinan negara berkembang pertama yang
bertemu dengan Presiden George Bush pasca kejadian itu. Begitu pula berbagai
transaksi lobi dan pekerjaam public
relations dengan mitra AS terus dilakukan sampai 2004 (termasuk dengan
bekas senator AS, Bob Dole, Alston and Bird.
Upaya
berbagai pihak di era Megawati tersebut akhirnya berbuah hasil, yaitu Collin
Powell pada Januari 2005 mengatakan akan menawarkan suku cadang untuk pesawat
militer C-130. Kendatipun tawaran AS tersebut muncul setelah terjadinya tsunami
dahsyat di Aceh, namun pihak-pihak LSM pemerhati HAM di AS maupun dunia umumnya
tetap mengecam kebijakan Powell tersebut dengan mengatakan tsunami seharusnya
tidak dijadikan alasan untuk mendukung militer Indonesia. Alhasil dari kasus
C-130 tersebut upaya diplomasi semasa pemerintahan Presiden Megawati tidak
langsung berbuah hasil, tapi justru baru terkabul setelah Megawati tidak lagi
memerintah (Januari 2005).
Disamping
kunjungan Presiden Megawati ke Washington pada pertengahan September 2001,
Presiden George Bush Jr. Kembali bertemu dengan kepala negara Republik
Indonesia tersebut pada 22 Oktober 2003 di Bali International airport, Bali
Denpasar. Pertemuan tersebut kembali melahirkan Joint Press Availability antara kedua kepala negera tersebut. Presiden
Megawati kembali menekankan beberapa poin penting dalam pembicaraan yang
bersifat bilateral antara Indonesia-Amerika Serikat isu-isu yang penting dan
mendapatkan perhatian bersama yaitu menyangkut terorisme, perkembangan
demokrasi di Indonesia, dan dukungan Amerika terhadap militer Indonesia. Menanggapi
pernyataan Presiden Megawati tersebut, Presiden George Bush tampaknya tidak
keberatan dengan hal-hal yang menjadi perhatian Indonesia tersebut, dan secara
umum dapat dikatakan terdapat kesamaan pandangan antar kedua negara dan atas
poin-poin tersebut. Ini merupakan pertanda penting bahwa hubungan baik dan erat
antar kedua negara perlu dilandasai oleh pandangan yang sama menyangkut respon
terhadap teror.
Kesimpulan
Hal-hal diatas mengindikasikan bahwa baik pemerintah AS dibawah Presiden George Bush Jr
dan Presiden Megawati sudah saling mengerti dan saling menunjang akan perlunya
kerjasama yang lebih erat di berbagai bidang. Kendatipun Indonesia adalah
penduduk Muslim terbesar di dunia dan negara nomor tiga yang menganut sistem
politik demokrasi, namun kesamaan pandang dalam hal penanganan soal-soal
teroris dan keamanan dalam arti luas, telah cukup memberikan dampak positif.
Ini berarti bahwa pemerintahan Presiden George Bush Jr makin yakin, bahwa Islam,
demokrasi, dan teroris bukan menjadi prioritas asumsi yang saling berhubungan
dan tumbuh subur di Indonesia. Teroris memang masih ada di bumi Indonesia,
namun pemimpin seperti Presiden Megawati tetap yakin dan konsisten bahwa
Indonesia tidak pernah mau berkompromi dengan para teroris. Hal-hal tersebut
merupakan makna penting bagi hubungan Indonesia dan Amerika Serikat pasca
peristiwa ‘nine-eleven’.
..........................................................................................................................................................................
Referensi
Mas'oed, Mochtar. (1989). Studi Hubungan Internasional : Tingkat Analisis dan
Teoritisasi. Yogyakarta: Universitas
Gadjah Mada.
Nye, Joseph. S. (1992). Memimpin
Dunia, Sifat Kekuatan Amerika yang Berubah.
Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.
Wuryandari,
G. (2008). Politik Luar Negeri Indonesia di Tengah Pusaran Politik Domestik.
Jogjakarta: Pustaka Pelajar.
...........................................................................................................................................................................
0 komentar:
Posting Komentar