Masa Depan Pariwisata Indonesia di Era MEA
Pantai Tanjung Kelayang, Borobudur, Bali, dan Air Terjun Sri Gethuk (searah jarum jam) |
Tanggal
31 Desember 2015 lalu, Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) sudah resmi berlaku tanpa
perayaan yang spektakuler. Dengan berlakunya MEA, maka arus keluar-masuk antar
negara di kawasan Asia Tenggara menjadi sangat bebas; barang, jasa, dan
manusia. Hal ini sudah diantisipasi jauh-jauh hari oleh semua negara anggota
ASEAN supaya tidak kalah bersaing dalam ‘merebut pasar’ MEA ini. Salah satu
bidang yang sangat mempengaruhi dan juga diperebutkan oleh negara-negara ASEAN
adalah pasar pariwisata, karena tidak dipungkiri, ciri khas alam dan budaya di
ASEAN mempunyai kemiripan satu sama lain sehingga setiap negara berlomba-lomba
untuk mengemas dunia pariwisata mereka semenarik mungkin untuk menarik wisatawan
berkunjung ke negaranya.
Di Indonesia sendiri, pariwisata termasuk
dalam lima besar sumber pemasukan terbesar bagi devisa negara berdasarkan data
dari Badan Pusat Statistik yang diutarakan oleh Arief Yahya, Menteri Pariwisata
Indonesia, di Republika Online pada tanggal 16 Oktober 2015 dengan nilai
mencapai 140 triliun rupiah. Nilai ini naik 20 triliun rupiah dibandingkan
tahun sebelumnya yakni 120 triliun rupiah. Kemudian, jika dilihat dari angka
kunjungan wisatawan mancanegara, terlihat kenaikan angka kunjungan wisman di
periode yang sama yakni Januari-Juli, dari 5.319.732 wisman tahun 2014 ke angka
5.472.050 wisman tahun 2015.
Mari kita bandingkan dengan angka
kunjungan wisman di beberapa negara ASEAN yang menjadi ‘lawan’ Indonesia dalam
merebut pasar pariwisata dalam rangka MEA. Menurut www.world-statistics.org, angka
kunjungan wisatawan mancanegara ke Asia Tenggara pada tahun 2012 terbanyak
diraih oleh negara Malaysia dengan angka 25.033.000 wisatawan mancanegara (wisman), disusul oleh Thailand dengan angka 22.354.000
wisman, Singapura dengan angka 11.098.000 wisman, dan Indonesia dengan angka
8.044.000 wisman. Kemudian pada tahun 2013, menurut otoritas pariwisata
masing-masing negara, Indonesia masih berada di posisi ke-4 dengan angka
kunjungan wisman 8.802.129, sedangkan posisi pertama direbut oleh Thailand
dengan angka 26.546.725 wisman, disusul oleh Malaysia dengan angka 25.720.000
wisman, dan posisi ketiga oleh Singapura dengan angka 15.567.923 wisman.
Angka-angka ini setidaknya telah menjadi tolak ukur bagaimana setiap negara itu
mengemas pariwisata mereka sedemikian rupa sehingga para wisatawan mancanegara
itu tertarik untuk mengunjungi negara tersebut.
Indonesia sebagai negara dengan
potensi pariwisata yang sebenarnya lebih potensial dibandingkan dengan
negara-negara ASEAN lainnya, seharusnya bisa mendapatkan angka wisman yang
lebih banyak. Hal yang perlu dipelajari dari mereka adalah bagaimana strategi
mereka mengemas dan memasarkan potensi pariwisata mereka yang terbatas itu ke
panggung pariwisata dunia. Seperti contoh, negara Gajah Putih, Thailand. Negara
itu memiliki beberapa kemiripan dengan Indonesia di beberapa bidang pariwisata,
seperti wisata bahari dan wisata sejarah. Namun, kenapa para wisman lebih
memilih Thailand daripada Indonesia? Jawabannya adalah karena mereka memiliki
strategi untuk memoles pariwisatanya sangat apik dengan kemasan dan layanan
yang memuaskan. Dengan sangat mudah kita menemukan informasi pariwisata tentang
Phuket, Thailand daripada informasi pariwisata tentang Raja Ampat, Papua atau
Sumba, Nusa Tenggara Timur. Padahal ketika dibandingkan secara fisik, keindahan
Raja Ampat dan Sumba lebih mumpuni daripada keindahan Phuket.
Tol Laut Sebagai Wisata Khusus untuk
Menarik Wisman
Indonesia
merupakan negara kepulauan yang memiliki banyak sekali sumber daya bahari yang
layak untuk dikembangkan menjadi daya tarik wisman. Hal ini sangat berbeda
dengan negara lain di ASEAN yang wilayah perairannya tidak seluas Indonesia.
Pada pemerintahan Jokowi saat ini, telah dicanangkan untuk membuat ‘tol laut’
yang fungsi utamanya adalah untuk mengefisienkan waktu antar barang dari tempat
produksi ke daerah-daerah di seluruh Indonesia, terutama Indonesia bagian
timur. Dengan adanya ‘tol laut’ ini, dimungkinkan harga-harga kebutuhan pokok
di daerah timur Indonesia bisa lebih murah dari sekarang karena tidak ada
bongkar muat barang berkali-kali yang menyebabkan pembengkakan biaya dan
otomatis mempengaruhi harga barang tersebut ketika sudah didistribusikan ke
masyarakat.
Dari
ide Jokowi ini sebenarnya bisa dimanfaatkan sebagai salah satu strategi
pengemasan pariwisata Indonesia. Caranya adalah memakai jalur ‘tol laut’
tersebut untuk pariwisata minat khusus, yang mana jalur tersebut dipakai untuk
membawa wisman berkeliling Indonesia memakai moda transportasi laut. Sebagai
contoh, rute perjalanan langsung (direct) dari daerah Sumba ke daerah Bunaken, Belitung ke Berau, bahkan bisa membuat rute
dari Banda Neira ke Raja Ampat. Dengan adanya ‘tol laut’ yang menghubungkan
kedua daerah, dengan sangat mudah wisman bisa bergerak untuk mengunjungi tempat
lain setelah tempat sebelumnya sudah selesai dikunjungi. Karena melihat keadaan
sekarang yang mengharuskan wisman untuk berpindah-pindah transportasi dalam
mencapai tujuan daerah wisatanya sangat menyusahkan dan besar resiko untuk
wisman tersebut membatalkan rencananya mengunjungi daerah tersebut.
Wisman
sendiri sangat menyukai hal-hal yang bersifat tradisional dan alami, karena
salah satu tujuan mereka berwisata ke negara dunia ketiga seperti Indonesia
adalah sisi budaya dan tradisionalitasnya itu. Dengan menggunakan ‘tol laut’,
para wisman bisa melihat betapa luas dan indahnya kepulauan Indonesia sehingga
mereka bisa merasakan sensasi berada di tengah lautan berhari-hari, merasakan
sunrise ke sunset hingga sunrise lagi setiap harinya. Butuh sesuatu yang
berbeda untuk hal yang mengagumkan. dengan adanya ‘tol laut’ sebagai salah satu
strategi pengemasan pariwisata, diharapkan pariwisata Indonesia bisa bersaing
dengan negara lain di ASEAN dalam rangka memenangkan persaingan di Masyarakat
Ekonomi ASEAN.
Tantangan yang Dihadapi
Kekayaan
sumber daya alam Indonesia sudah tidak bisa diragukan lagi, namun kurang
didukung dengan sumber daya manusia yang dimiliki, terutama di bidang
pariwisata. Berbeda dengan SDM yang ada di negara-negara ASEAN lain seperti
Singapura, Thailand, ataupun Malaysia sekalipun. Orang-orang di sana sudah
sangat sadar bahwa pariwisata merupakan salah satu masa depan negara mereka
yang sangat menjanjikan. Hal yang penulis soroti di sini bukanlah sumber daya
manusia dari segi kuantitas, namun dari segi kualitas. Masih banyak manusia
Indonesia yang tidak peduli dengan daerah sekitarnya yang menjadi tujuan
wisata, berlevel nasional maupun internasional. Penulis tidak akan membahas
tentang Bali yang sudah menjadi andalan pariwisata Indonesia sejak dulu kala, namun
daerah-daerah yang menjadi prioritas dan andalan pemerintah Indonesia dalam
mengeruk pemasukan bagi negara yakni Borobudur (Jawa Tengah), Mandalika (NTB),
Labuan Bajo (NTT), Bromo Tengger Semeru (Jawa Timur), Kepulauan Seribu
(Jakarta), Danau Toba (Sumut), Wakatobi (Sultra), Tanjung Lesung (Banten),
Morotai (Maluku Utara), dan Tanjung Kelayang (Belitung).
Ambil
contoh Tanjung Kelayang di Belitung. Tempat ini terkenal karena meledaknya film
Laskar Pelangi pada tahun 2008. Sejak saat itu, pariwisata di Belitung
berkembang pesat. Ribuan wisatawan mulai berdatangan ke Belitung setiap
bulannya. Bahkan, ada banyak penduduk yang beralih mata pencarian, yang semula
penambang timah, beralih menjadi pelaku pariwisata. Namun, kesiapan pemerintah
dan juga kualitas sumber daya manusia yang dimiliki untuk mengelolanya dirasa
belum mampu untuk mewujudkan pariwisata Belitung yang maju. Penyebabnya
bermacam-macam, tapi yang paling utama adalah kurangnya kesadaran masyarakat
terhadap pentingnya masa depan pariwisata yang mempunyai keberlanjutan dimasa
depan.
Dari
semua hal di atas, untuk merebut pasar pariwisata di era MEA sekarang ini
sebenarnya cukup mudah. Harus adanya
sinergi dari berbagai pihak yang bersentuhan langsung dengan dunia pariwisata,
dari yang pembuat kebijakan sang Pemerintah dalam hal ini adalah Kementerian
Pariwisata, hingga ke kelompok sadar wisata di daerah masing-masing. Jika semua
pihak ini bersinergi dan mengabdikan diri seutuhnya pada kemajuan pariwisata
Indonesia, pasar pariwisata ASEAN akan sangat mudah diraih. Jika semuanya sudah
bersinergi, target pemerintah untuk mendatangkan 20 juta wisman pada tahun 2019
sangatlah mudah untuk dicapai.
..........................................
Tulisan ini juga dipublikasikan di sini